Rabu, 16 Juli 2008

Berita Ekonomi

Bebaskan Pajak BPHTB untuk Masyarakat Miskin
Rabu, 16 Juli 2008 | 20:25 WIB

JAKARTA, RABU - Kebijakan pungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) kepada semua wajib pajak secara merata tanpa melihat kondisi ekonominya sebaiknya direvisi. Itu perlu karena bagi masyarakat berpenghasilan terbatas, pembebanan BPHTB pada saat bertransaksi aset properti dirasakan sangat memberatkan.

Hal tersebut diungkapkan oleh Anggota Panitia Anggaran DPR, Mustokoweni Murdi di Jakarta, Rabu (16/7), dalam Rapat Kerja Panitia Anggaran DPR dengan Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati. Mustokoweni mempertanyakan masalah BPHTB ini langsung kepada Menkeu, yang saat itu diagendakan menyampaikan laporan realisasi perekonomian dan APBN Perubahan 2008 pada semester I.

Menurut Mustokoweni, hingga saat ini masih saja ditemukan kasus-kasus jual beli aset properti dengan nilai transaksi Rp 30 juta yang dibebani oleh BPHTB. Padahal, Direktorat Jenderal Pajak telah menekankan bahwa batas nilai transaksi yang tidak boleh dibebani BPHTB adalah Rp 60 juta ke bawah.

Masalah ini perlu diselesaikan karena pengenaan BPHTB pada nilai transaksi rendah akan menekan daya beli masyarakat miskin yang ingin memiliki hunian. Pemerintah seharusnya memberikan pengecualian pada masyarakat dengan tingkat penghasilan tertentu, misalnya masyarakat yang hanya sanggup membeli rumah sangat sederhana tipe 21 meter persegi.

"Saya mohon, pemerintah tidak membebani BPHTB pada masyarakat miskin hanya untuk mengejar target PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak)," ujarnya.

Sementara itu, Dirjen Pajak Darmin Nasution menegaskan, pemerintah pusat tidak bisa berbuat banyak dalam mempengaruhi batas nilai transaksi yang dibebaskan dari pungutan BPHTB. Saat ini, pemerintah telah menetapkan batas atas nilai transaksi yang bebas dari pe mbebanan BPHTB, yakni Rp 60 juta.

"Namun, kami tidak membatasi batas bawahnya, karena pada dasarnya penetapan batas itu merupakan kewenangan pemerintah daerah. Masalahnya, setiap daerah pasti ingin agar BPHTB yang ditagihkan selalu meningkat karena itu merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah. Ini yang menyebabkan masih ada transaksi Rp 12 juta yang dikenakan BPHTB, meskipun sudah ada batas atas dari pemerintah pusat," ujar Darmin.

1 komentar:

Nanda Nurhadyan mengatakan...

ekonomi saya nilai nya gimana pak?